A bit of everything. Many sides of my life reflecting a lot of personalities

Monday, May 14, 2007

Apa pejabat kita emang sebegitu bebal dan bodohnya untuk mengakui
tragedi Mei.

Oh is it thing to be forgotten?
Memaafkan mungkin tapi melupakan tidak mungkin. (Josh Chen)

Kita diminta untuk nasionalis. Hei nasionalis nggak berarti kita
melupakan kesalahan masa lalu.



Jakgung Sarankan Kasus Kerusuhan 1998 Diarahkan Pelanggaran HAM Biasa

Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung (Jakgung), Hendarman Supandji,
menyarankan bahwa kasus kerusuhan 1998 sebaiknya diarahkan ke
pelanggaran hukum Hak Asasi Manusia (HAM) biasa guna memudahkan
pengungkapannya.

"Dengan pasal HAM biasa pasal 338 dan 339 tabir gelap kasus itu akan
bisa diungkap. Dalam KUHP bisa dilihat siapa yang menyuruh melakukan,
yang melakukan atau turut serta melakukan bisa kena semua," katanya di
Jakarta, Senin.

Usai Sidang Kabinet di Kantor Presiden, ia menimpali, "Jadi, dengan
mengarahkan pada kasus HAM biasa itu bisa kena semua, jadi kenapa
harus dengan HAM berat?"

Menurut Hendarman, dengan mengarahkan kasus itu ke kasus pelanggaran
HAM biasa, juga bisa mengungkap dalang dari kejadian itu, karena
pembuktian kasusnya lebih mudah dilakukan dari pada menjadikannya
kasus HAM berat.

Ia menjelaskan, selama ini pengungkapan kasus Kerusuhan 1998 yang
diarahkan sebagai pelanggaran HAM berat sulit untuk diungkap, karena
membutuhkan pembuktian yang menyeluruh dan sistematis.

Selain itu, untuk mengungkap kasus pelanggaran HAM berat perlu ada
persetujuan dari DPR sebagai syarat untuk memenuhi azas retroaktif.

"Untuk membuktikan unsur itu tidak gampang. Salah satunya harus ada
persetujuan DPR untuk memenuhi azas retroaktif," katanya.

Hendarman mengusulkan, agar kasus kerusuhan 1998 dibuka kembali dengan
mengarahkannya pada kasus pelanggaran HAM biasa selama masa kadaluarsa
kasus ini belum terlewati.

"Kedaluarsanya 18 tahun, sehingga sekarang belum kedaluarsa. Kalau
umpamanya pelaku-pelakunya TNI akan diselidiki POM TNI, sedangkan
kalau pelakunya sipil dan TNI dilakukan pengadilan koneksitas,
hukumnya memberikan peluang," katanya.

Hendarman menambahkan, hal ini bukanlah sebuah terobosan karena
Undang-Undang (UU)-nya sudah ada, namun belum dimanfaatkan. (*)

No comments: